Musik Dalam Islam

Siapa sih yang tidak suka dengan musik? aku aja suka sama musik, nah berikut ini saya akan membahas tentang halal dan haram sebuah musik dalam hukum Islam. Simak Yuk...!!!

Musik adalah suatu aktifitas budaya yang dilakukan oleh hampir semua orang, disengaja atau tidak. Sedikitnya, orang pasti mendengarkan alunan musik di rumah tetangga, TV, radio, mall, di jalan-jalan, di angkutan umum, dan lain-lain. Itu artinya, musik harus mendapat status yang jelas dalam perspektif Islam agar supaya umat tidak melakukan sesuatu tanpa payung hukum syariah.

Dalam pengertian masyarakat umum, kata "musik" merujuk pada suatu seni yang mengombinasikan antara paduan berbagai alat musik tertentu dengan seni suara. Sehingga, musik yang hanya menampilkan paduan alat musik saja, seperti musik klasik, atau paduan suara saja, dianggap "kurang musik". Dalam performa panggung, seni musik juga sering dipadukan dengan seni tari atau dansa. Terkadang, musik dan lagu disebut terpisah. Tapi tidak jarang juga dua kata itu disebut secara berkelindan (interchangeable) untuk pengertian yang sama.

Dalam bahasa Arab pun, lagu disebut dengan ghina' (jamak, aghani) (غناء أغاني), sedang musik disebut musiqi (موسيقي). Tapi, tidak jarang dua kata itu disebut terpisah dengan makna yang sama.

Dalam tulisan ini, kata musik mencakup arti seni alat musik dan lagu/nyanyian. Kecuali apabila disebut secara khusus.

Pendapat Yang Mengharamkan Musik 

Ulama yang mengharamkan musik pun memiliki pandangan yang beragam soal keharaman dan dalil yang mengharamkannya. Perlu dicatat bahwa musik yang dibahas adalah musik yang santun yang kata-katanya sopan dan wajar serta tidak mengundang konotasi sex atau syahwat. Musik yang liriknya bernuansa pornografi, mengundang syahwat dan tampilan panggung yang tidak islami--mengumbar aurat dan percampuran dan sentuhan laki-laki perempuan bukan mahram--jelas hukumnya haram dalam musik atau dalam kehidupan biasa. 

Dalil Haramnya Musik

1. Quran Surat Luqman 31:6:
 
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ

Artinya: 
Dan diantara mereka (ada) orang yang mempergunakan lahwal hadits (kata- kata tak berguna) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu sebagai bahan olok-olokan. Mereka itu memperoleh adzab yang menghinakan. 

Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi menyatakan:

( يشتري لهو الحديث أي : يستبدل ويختار الغناء والمزامير والمعازف على القرآن ، قال أبو الصباء البكري سألت ابن مسعود عن هذه الآية فقال : هو الغناء ، والله الذي لا إله إلا هو ، يرددها ثلاث مرات
وقال إبراهيم النخعي : الغناء ينبت النفاق في القلب ، وكان أصحابنا يأخذون بأفواه السكك يخرقون الدفوف . وقيل : الغناء رقية الزنا . وقال ابن جريج : هو الطبل وعن الضحاك قال : هو الشرك . وقال قتادة : هو كل لهو ولعب


2. Quran Surat An-Najm 53:59-61:
 
أَ فَمِنْ هذَا الْحَدِيْثِ تَعْجَبُوْنَ وَ تَضْحَكُوْنَ وَ لاَ تَبْكُوْنَ وَ أَنْتُمْ سَامِدُوْنَ

Artinya: 
Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis? Sedang kamu melengahkan(nya)?
Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud "shamidun" ialah al-ghina (nyanyian)


3. Quran Surat Al-Isra' 17:64
 
وَ اسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ 


Artinya: 
Dan asunglah (kobarkanlah, bujuklah) siapa yang kamu sanggupi diantara mereka dengan suaramu (shautika).
Menurut Mujahid maksud "shautika" tidak lain adalah nyanyian dan hiburan 


4. Hadits Bukhari no. 5590

لِيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَّ وَ الْحَرِيْرَ وَ الْخَمْرَ وَ الْمَعَازِفَ وَ لَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوْحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ يَأْتِيْهِمْ يَعْنِي الْفَقِيْرُ لِحَاجَةٍ فَيَقُوْلُوْا: ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا فَيُبَيِّتُهُمُ اللهُ وَ يَضَعُ الْعَلَمَ وَ يَمْسَخُ الآخَرِيْنَ قِرَدَةً وَ خَنَازِيْرَ إِلى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Artinya: 
Sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutra, arak dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum Muslimin) akan pergi ke tebing bukit yang tinggi. Lalu para pengembala dengan ternak kambingnya mengunjungi golongan tersebut. Lalu mereka didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Ketika itu mereka kemudian berkata: "Datanglah kepada kami esok hari." Pada malam hari Allah membinasakan mereka, dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka. Sisa mereka yang tidak binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat.

Dalil Quran dan hadits di atas di jadikan dasar oleh para ulama atas haramnya musik dalam Islam. Ulama dalam kelompok ini antara lain adalah Imam Ibnu Al-Jauzi (Talbis Iblis, hlm. 2321), Imam Qurthubi (Tafsir Qurtuhbi, XIV/51-54), Asy-Syaukani (Nail-ul-Authar, VIII/442). 

Sahabat yang mengharamkan musik antara lain sahabat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud. Sedang dari tabi'in antara lain Mujahid, Hasan Al-Basri, Ikrimah, Said bin Zubair, Qatadah dan Ibrahim An-Nakha'i menafsirkan lahw-al-hadis dalam QS Luqman 31:6 dengan arti nyanyian atau menjualbelikan (menyewakan) biduanita.

Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurashi Ad-Dimashqi dalam Ibnu Katsir III/442 menegaskan maksud dari "lahwal hadits" adalah al-ghina' (nyanyian).

عن أبي الصهباء : أنه سأل ابن مسعود عن قول الله : ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ) قال : الغناء .
وكذا قال ابن عباس ، وجابر ، وعكرمة ، وسعيد بن جبير ، ومجاهد ، ومكحول ، وعمرو بن شعيب ، وعلي بن بذيمة .
وقال الحسن البصري : أنزلت هذه الآية : ( ومن الناس من يشتري لهو الحديث ليضل عن سبيل الله بغير علم ) في الغناء والمزامير    


5. Abū Ishāk Asy-Syirāzī (madzhab Syafi'i)  

mengharamkan musik kecuali memainkan rebana pada pesta perkawinan dan khitanan selain itu haram (Al-Muhadzab II/237) 

6. Al-Muhāsibi dalam Ar-Risalah: 

menyanyi itu harām seperti harāmnya bangkai. 

7. Madzhab Syafi'i: 

musik itu haram apabila disertai dengan minum arak, bergaul dengan wanita, dan semua perkara lain yang membawa kepada maksiat.

Pendapat Yang Menghalalkan Musik 

Berikut pendapat Sahabat, Tabi'in dan ulama yang membolehkan musik. Tentu saja musik yang baik.

1. Sahabat Nabi: 

antara lain ‘Umar bin Khattāb, ‘Utsmān bin ‘Affān, ‘Abd-ur-Rahmān bin ‘Auf, Sa‘ad bin Abī Waqqās dan lain-lain (An-Nawawi dalam Al-Umdah).

2. Tabi'in:  

Sa‘īd bin Musayyab, Salīm bin ‘Umar, Ibnu Hibbān, Khārijah bin Zaid, dan lain-lain. 
(An-Nawawi dalam Al-Umdah)

3. Mazhab Ahl-ul-Madīnah, 

Azh-Zhāhiriyah dan jamā‘ah Sūfiyah, Abū Mansyūr Al-Baghdādī (dari mazhab Asy-Syāfi‘ī).

4. Mazhab Maliki 

membolehkan menyanyi dengan ma‘azif (alat-alat musik yang berdawai).

5. Mazhab Syāfi‘i 

menyanyi adalah makrūh tanzīh yakni lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan sedangkan nyanyian pada saat bekerja, seperti mengangkut suatu yang berat, nyanyian orang Arab untuk memberikan semangat berjalan unta mereka, nyanyian ibu untuk mendiamkan bayinya, dan nyanyian perang, maka menurut Imām Awzā‘ī adalah sunat. 

Kesimpulan Hukum Musik dalam Islam 

Ulama sepakat bahwa aktifitas musik baik itu melakukan atau mendengarkan adalah haram apabila aktifitas itu dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan dosa. Adapun mendengarkan musik yang isinya berkaitan dengan hal-hal yang baik dan dapat mengingatkan orang kepada akhirat tidak mengapa bahkan sunat dinyanyikan menurut Al-Auza'i.

Imam Syafi'i seperti dikutip oleh Al-Ghazali menyatakan bahwa tidak ada seorangpun dari para ulama Hijaz yang benci mendengarkan nyanyian, suara alat-alat musik, kecuali bila di dalamnya mengandung hal-hal yang tidak baik yang bertentangan dengan hukum syariah.

Jadi, teman-teman, musik itu di Halalkan apabila musik itu mengandung semangat Positif untuk diri kita dan orang lain. teman-teman, suka musik apa nih ??

Sumber: www.alkhoirot.net

SILAHKAN DI SHARE ARTIKEL INI


Comments
0 Comments

No comments:

Note: Only a member of this blog may post a comment.